“Aa’, kamu mau enggak kalo dijodohin?”
Pertanyaan itu tiba-tiba saja mengagetkanku. Kunadi, teman baikku asal cilacap itu memang suka tanya yang aneh-aneh. Oia, dia biasa manggil aku Aa’. Malam itu kita baru pulang dari Jogjatronik cari netbook. Aku yang lagi serius otak-atik netbooknya yang baru, menjawab spontan tanpa menoleh.
“Ya, mau aja.”
“Kenapa?” tanyanya lagi.
“Kan enak nenggak usah nyari.” Jawabku singkat.
“Aku serius, Aa?”
Rupanya Kunadi enggak terima dengan jawabanku yang terkesan tidak serius itu. Aku pun menoleh.
“Jadi kamu mau jawaban yang lebih serius? Baiklah aku ceritakan ke kamu mengapa aku mau dijodohin.”
Itulah obrolan singkat malam itu. Akhirnya kukceritakan padanya pendapatku tentang perjodohan. Bagi saya, tidak ada yang salah dari perjodohan. Ada 3 alasan yang mendorong saya menerima perjodohan.
Pertama, berdasar hadits Rosulullah saw “Ridho Allah terletak pada ridhu kedua orang tua, dan murka Allah terletak pada murka keduanya.” Nah itu dia, kita hidup di dunia ini adalah untuk mencari ridho Allah. Pernikahan yang terlaksana melalaui perjodohan pastilah direstui oleh kedua orang tua, baik dari pihak istri maupun suami. Lalu, pernikahan manakah yang lebih membanggakan selain pernikahan yang diridhoi oleh kedua orang tua kita? Kalau kedua orang tua kita merestui, pastilah ia meridhoi hubungan kita, dan Allah pun akan meridhoi kita. Kalau Allah sudah ridho dengan pernikahan kita, maka cita-cita untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah, rohmah, dan tentu saja barokah, insya Allah akan lebih mudah tercapai.
Kedua, karena kita yakin seyakin-yakinnya, bahwasanya tidak ada orang tua yang tidak sayang anak-anaknya. Begitu pula dengan orang tua kita, pastilah mereka sangat menyayangi kita. Maka mereka akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kita, termasuk dalam masalah pendamping hidup. Tentu mereka berharap kita dapat hidup bahagia dengan pendamping pilihan mereka. Tidak ada satupun di dunia ini orang tua yang menginginkan anaknya celaka.
Ketiga, kenyataan bahwa orang tua kita telah lebih dulu lahir ke dunia. Mereka lebih berpengalaman, atau dalam bahasa kerennya, telah banyak makan asam garam. Keadaan ini membuat mereka lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Mereka lebih bisa mengendalikan hati dan akalnya dalam setiap pengambilan keputusan. Sedangkan kita? Kita masih terlalu muda dibandingkan dengan mereka. Dalam keputusan yang kita ambil, selalu ada campur tangan nafsu, bahkan tidak jarang nafsu lebih berperan dalam setiap keputusan yang kita ambil.
“Lalu, Bagaimana kalau kita tidak cinta?” tiba-tiba Kunadi menyela.
“Ah, tau apa kamu tentang cinta, Kun? Cinta itu kan sesuatu yang bisa dipelajari” Jawabku
“Maksudnya?”
“Kuncinya ada di kata ikhlas.”
“Aku makin gak ngerti!”
Ah, akhirnya aku cerita panjang lebar lagi.
Kawan, Kalau kita memliki kerelaan hati untuk saling menerima, maka cinta akan hadir seiring berjalannya waktu. Orang jawa bilang “Tresno jalaran soko kulino (jatuh cinta karena telah terbiasa)” Dalam Risalah Cinta-nya, Ahmad Dhani menuliskan
…
Beri sedikit waktu
Biar cinta datang karna telah terbiasa
Simpan mawar yang kuberi
Mungkin wanginya mengilhami
Sudikah dirimu untuk kenali aku dulu …
(Risalah Cinta, dari album Bintang Lima)
, kawan. Ketika kita bertemu dengan seseorang, kita tidak bisa langsung memvonis “ah, aku gak cocok sama dia.”, “ah, aku gak suka sama dia.” Dalam hal jodoh, kita tidak bisa memilih jodoh yang 100 persen sesuai apa yang kita inginkan. Karena pada hakikatnya, mencari jodoh bukanlah mencari yang sempurna, tetapi mencari yang cocok. Ingat, no body is perfect. Tak ada satupun orang yang sempurna di dunia ini.
Posting Komentar